Minggu, 05 Agustus 2018

Backpacker-an ke Bandung

Assalamualaikum...

Waahhh... Kurang lebih sudah 3 tahun blog ini di anggurin ya, gak berasa. Bahkan anak saya usianya sudah 1,5 tahun dan udah mau punya adik lagi. Hehee... Lama juga ya. Time flies so fast...

To the point aja deh, kali ini saya mau sharing tentang perjalanan singkat saya kemarin ke Bandung bertiga dengan suami dan anak saya yg usianya baru 18 bulan. Jadi intinya saya gak mau perjalanan kemarin terlupakan begitu saja, plus supaya ada faedahnya saya juga mau sharing sama temen2 semua, makanya saya tulis disini. Langsung aja yaa...

Planning :
Awalnya saya pribadi merasa sdh lama sekali gak ngajak anak saya piknik atau jalan2 non mall dan keluar kota, terakhir sekitar 5 bulan yg lalu kita ke Kuntum Farmfield Bogor bareng sama mbah uti dan mbah akung. Jadi kayaknya butuh refreshing lagi. Nah, entah kenapa otak langsung mengarahkan saya untuk memikirkan kota Bandung, dan kalo ke Bandung agaknya harus menginap. Namanya emak2 ya, gerakannya cepet beneerr.... Langsung deh cek2 penginapan budget alias murah, tiket kereta, destinasi wisata yg bisa dikunjungin sampe tempat rental motor buat mobilitas selama disana. Tanpa mikirin tuh rencana bakal di setujuin apa gak sama suami, lanjuuuutt aja.... Setelah ngantongin semua informasi yg dibutuhin, tiba waktunya buat minta izin ke suami, alhamdulillah doi langsung setuju, jarang2 ini, biasanya kudu ngeluarin rayuan maut dulu, itupun seringnya malah gak disetujuin. 😬 ok, suami udah setuju, tanggal berangkat juga udah fix, lanjut booking2 ngajuin cuti ke tempat kerja masing2 and all planning done.

Day 1 :
Sampailah kita pada hari keberangkatan, tepatnya jumat, 3 Agustus 2018. Kita ke Bandung naik kereta argo parahyangan kelas ekonomi. Eeiittt... Jangan under estimate economic class nya argo parahyangan lhooo... Walau kelasnya ekonomi tapi suerrr nyaman banget nih kereta, terbukti orang2 yg naik bukan cuma kalangan backpacker aja tapi kalangan koper juga banyak yg pilih naik di kelas ini. Saya sengaja pilih keberangkatan paling pagi yaitu pkl 05.37 dari stasiun Bekasi, biar sampe Bandung gak kesiangan yaitu sekitar 08.39 kita sudah sampai di stasiun Bandung. Oia, dari rumah kita berangkat naik motor sebelum subuh, titip motor di tempat penitipan motor, kita mutusin untuk shalat subuh di stasiun aja supaya gak terlalu mepet. Sampai stasiun Bekasi sudah penuh dengan orang yg mau berangkat kerja, seperti biasa beberapa dr mereka ada yg sudah harus lari2 ngejar jadwal commuter line, padahal belum subuh lhooo itu... Betapa kerasnya hidup di perkotaan yaa... Lanjuutt...
Setelah shalat langsung boarding dan gak lama kereta nya datang, waktu kedatangan sesuai dengan yg tercantum di tiket, anak saya senang sekali lihat kereta nya sdh sampai, lalu kita naik. Waahhh... Nyamaaaannn... Awalnya saya pikir yg naik di jam segitu gak terlalu ramai, karena kan masih pagi banget ya, eh ternyata ramai juga, bahkan hampir penuh tiap gerbongnya.

Sampai stasiun Bandung suami minta duduk2 dulu di peron, dia juga pesan kopi, maklum doi penikmat kopi jadi pagi2 boosternya kopi. Sambil jagain anak yg antusias pengen deketin kereta/lokomotif yg lalu lalang, saya sesekali tarik nafas panjang sekedar ingin menikmati udara Bandung lebih dalam. Selesai ngopi, sy lgsg pesan taksi online untuk mencapai penginapan dan gak butuh waktu lama kita pun sampai di penginapan, hanya sekitar 10 menit dari stasiun. Karena kita sampai sebelum waktu check in, kita titip tas dan barang bawaan lain di ruang tamu. Di guesthouse tempat kita menginap memang memperbolehkan titip tas jika datang sebelum waktu check in, namun belum bisa masuk ke kamar yg kita sewa. Setelah titip tas kita lgsg disodorkan kunci dan stnk motor yg kita sewa, btw penginapan ini menyediakan sewa motor khusus bagi yg menginap saja, harga sewanya juga lebih murah jauh dibanding sewa di tempat rental khusus motor/mobil di wilayah Bandung, yeeayy....mamak happy...

Setelah motor siap kitapun juga siap berpetualang, tujuan pertama adalah ke Farmhouse susu Lembang. Berbekal google map dan tanya tukang tambal ban, akhirnya kita pun sampai.

Minggu, 10 April 2016

Verifikasi dan validasi iblogmarket.com


<span data-iblogmarket-verification="pmPsnT5gzboI" style="display: none;"></span>

Sabtu, 22 Agustus 2015

♡★ PASSPORT IS THE PASSWORD ★♡

"Tak usah kau risaukan, Ayah, aku berkelana bukan untuk dunia semata. Jangan kau kusutkan keningmu, Ibu, langkah kakiku adalah hangatnya peluk dan doamu."

Sepenggal kalimat diatas agaknya mampu mewakili apa yang kurasakan, dan mungkin beberapa kawan lain yang tak jarang menghadapi penolakan dari sahabat, teman atau bahkan keluarga.

"Haah..., mau ke luar negeri lagi, Ngapain sih? Ngabis2in duit aja."

"Ya ampuuun... ngapain ke luar negeri segala sih, Indonesia juga banyak tujuan wisatanya, gak kalah bagus sama di luar negeri, cinta Indonesia donk."

"Ngapain ke luar negeri, ngasih devisa buat orang lain, negara sendiri aja lagi kekurangan devisa."

Dan masih banyak lagi, penolakan orang2 sekitar.
Fiiuuhh... untung hati ini buatan Allah, kalau aja made in china mungkin udah hancur berkeping-keping. Tapi apa yang membuat kami terus bergerak? Yaitu untuk Sebuah perubahan. Ya, karena result kami bukan hanya sekedar jalan2, buang uang, atau beli barang mewah disana. Hasil yang ingin kita capai lebih dari itu, sebuah karakter bangsa yang berakhlak dan tidak kerdil dimasa depan. Sebuah bangsa yang didalamnya terdapat pemimpin yang tidak steril dan sempit.

Memang terdengar berlebihan, masa' cuma dengan ke luar negeri bisa membuat bangsa menjadi berkarakter sih. Ya, awalnya aku juga merasa begitu, sampai akhirnya kami menemukan ternyata bukan hanya kami yang berpikir seperti itu.

Ternyata Prof. Rhenald Kasali sang pendiri RUMAH PERUBAHAN itu pun sepemikiran dengan kami. Ya, guru besar Universitas Indonesia ini ternyata menggunakan metode "Paspor" dalam mata kuliah yang diajarnya. Awalnya metode ini pun sulit diterima oleh para orang tua maupun teman sesama dosen. Namun, beliau yakin bahwa melalui metode ini mahasiswa bisa men-drive diri atau self mereka sehingga mampu mencari dan menemukan "pintu keluar" dari kesulitan yang mereka hadapi sehari-hari. Namun, tradisi kita ternyata jauh dari harapan itu, kita lebih banyak membentuk mereka menjadi "passengers" ketimbang "drivers". Ya, karena itulah kami di Sekolah Alam Jingga Lifeschool dan tentu Prof. Rhenald merasa perlu melakukan perubahan.

Kalau di kelasnya, sang profesor  menugaskan para mahasiswa untuk mengurus paspor mereka masing2 sejak minggu pertama mereka kuliah dan langsung memerintahkan untuk berangkat ke negara yang tidak berbahasa melayu melainkan negeri yang jauh dari negeri kelahirannya. Kami berbeda, orang tua murid kami sodorkan program edu-trip sejak awal semester kemarin, karena anak2 masih dibawah umur maka orang tuanya lah yang memutuskan untuk mengikuti program ini atau tidak. Untuk paspor, kami bantu untuk mendaftarkannya via website saja.

Dan tarraaa.... sebuah paspor sudah berada di tangan mereka saat ini. Persis kemarin, hari jumat, di sekolah, seorang anak bertubuh tambun dengan bangga datang kepada saya.

"Bu, bu Yuni...!!! Ini......"

Ia pun menyodorkan sebuah buku berwarna hijau tosca eye catching yang berjudul paspor itu ke saya.

"Oohh sudah jadi ya punya kamu? Sini, ibu lihat." Jawabku menimpali.

Ia tak mampu menyembunyikan rasa bangga bercampur bahagia kala menyodorkan paspor baru nya itu. Tentu, rasa itupun langsung saja merembet kedalam hatiku.

Passport is the password, ya memang begitu. Paspor adalah izin memasuki dunia yang baru, dunia global. Tanpa paspor manusia akan kesepian, terkurung dalam kesempitan, lalu menjadi manusia2 yang steril.

Setelah itu, tentu akan muncul pertanyaan ini. "Uang untuk beli tiket beserta akomodasinya darimana?"

Ini jawaban dari sang profesor untuk pertanyaan diatas.

"Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa dan tidak mungkin. Bagi mereka yang yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa amat jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang tak terbayangkan: pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom."

Untuk anak-anak ku, selamat menjelajahi dunia dengan paspor-paspor baru kalian. Semoga pengalaman kalian mampu memotivasi dan menjadi booster atau penggugah bagi kawan-kawan agar terbebas dari belenggu yang selama ini mengikat kaki dan tangan mereka.

Semoga bermanfaat...

Sumber penulisan:
1. "30 paspor di kelas sang profesor" oleh J.S. Khairen
2. Pengalaman nyata sehari-hari di sekolah alam jingga.

Tim Jingga Edutrip :
Febi Jingga
Ana Nauri
Ria Djusnita
Yuni Khumaira Azzahra

Penasehat :
Ari Maryadi


Sabtu, 07 Maret 2015

Jingga, rahasia kebugaran tubuh saya

Kalau dulu saya paling rajin kena flu, setidaknya dalam 1 bulan bisa 2 kali izin gak masuk kerja karena sakit. Namun, 3 bulan belakangan setelah bergabung dengan Jingga saya merasa ada banyak perubahan pada kesehatan saya. Saya merasa lebih bugar dan lebih sehat dari sebelumnya. In syaa Allah... aamiiinn....

Betapa tidak, kalau di hitung2 minimal dalam seminggu saya sudah melakukan gerak jalan sejauh kurang lebih 2 sampai 3 km. Fiiuuuuhhh... sungguh luar biasa bukan? Atau biasa saja? Whatever lah yaa.... Terhitung mulai dari keluar kereta saya harus berjalan sekitar 100-200 meter menuju pintu keluar stasiun, dilanjutkan saat turun dari angkot masih harus berjalan sekitar 300 meter lagi menuju sekolah. Itu saya lakukan rutin setiap hari.

Kalau dalam olah raga angkat besi, beban bisa ditambah atau dikurangi mengikuti kemampuan si atlet. Disini beban bisa bertambah kapanpun, tak terduga, bahkan saat kita belum siap sekalipun. Tambahan beban itu bisa berupa hujan yang turun tiba2, sehingga membuat akses jalan becek atau bahkan banjir. Karena itu langkah pun terasa semakin berat, menuntut seluruh anggota badan untuk mengeluarkan energi lebih agar tercipta sebuah gerakan.Tak jarang sebelum sampai sekolah, nafas sudah terengah, wajah pun terlihat gerah.

Dari situ, saya menarik kesimpulan bahwa perjuangan saya untuk sampai ke Jingga sedikit banyak telah memberi efek pada kesehatan tubuh saya. Setidaknya bagi otot2 saya yang selama ini mungkin loyo karena kemana2 selalu berkendara, itupun posisinya sebagai boncengers atau nebengers yang mana kewajibannya hanya duduk manis lalu sampai. Hihihuhu...

Disamping itu, perasaan senang kala bertemu anak2 yang lucu setiap hari menambah energi positif yang secara tidak langsung ber-efek juga terhadap kesehatan rohani saya. Sudah banyak artikel yang membahas bahwa kesehatan rohani juga sangat berpengaruh pada kesehatan jasmani.

Namun yang paling penting dari itu semua adalah ganjaran pahala dari Allah swt, tiap langkah kita in syaa allah akan menjadi pemberat timbangan kebaikan di hari pembalasan nanti.

Sungguh paling baik urusan orang beriman itu, jika ia mendapat kesusahan maka ia bersabar, jika ia mendapat kenikmatan ia bersyukur.

Demikianlah rahasia kesehatan saya, semoga bisa menginspirasi sahabat semua.

Allahu a'lam bish showab...

Matahari itu berwarna Jingga


Awalnya gini, sekitar 2 tahun yang lalu aku sering memperhatikan sebuah papan nama yang bertuliskan “Sekolah Alam Jingga, character education” pada salah satu jalan masuk perumahan di kawasan Bekasi. Gimana gak sering perhatiin, lokasi papan nama itu berada persis di pinggir jalan perjuangan yang biasa aku lewati ketika pergi dan pulang kerja. Aku  penasaran aja bagaimana lay out sekolahnya, apa mungkin dalam sebuah perumahan di kota Bekasi yang gersang ada hutannya?. Sesuai informasi yang aku dapat dari televisi menggambarkan kalau sekolah alam itu hanya berada di daerah pegunungan yang hijau, dekat hutan, belajarnya di luar ruangan, udaranya dingin, ada air yang ngucur langsung dari gunung, dll. Yaaa, begitulah pemahamanku tentang konsep sekolah alam. Hehehe...

Aku yang dalam kurun waktu 2 tahun belakangan memang sedang memperhatikan dunia pendidikan, agak tergelitik untuk tau lebih jauh tentang konsep sekolah alam ini. Tapi, rasa ingin tau yang  kumiliki saat itu tak cukup kuat melawan intensitas kesibukan yang luar biasa mendera, mulai dari sibuk kuliah, persiapan pernikahan, ditambah musibah yang menimpa keluarga kami pada pertengahan tahun 2013 yang lalu sedikit banyak menuntut agar aku tetap fokus pada track. Penasaran tinggallah penasaran, aku mulai lupa kalau sebelumnya sempet antusias cari tahu tentang sekolah alam. Bener-bener lupa...

Emang bener ya, sebuah niat atau keinginan tulus yang udah diucapin dalam hati terdalam seorang manusia itu “mungkin” bisa meluluhkan Allah untuk segera mewujudkannya. Yang penting tulus, itu aja. Berawal dari kegalauan tentang pekerjaan saat itu dan rutinitas yang didominasi oleh kepentingan duniawi sering kali membuat saya resah. Resah, apakah saya akan terus seperti ini? Bekerja dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang ibadah wajib pun  terbengkalai. Kalau sudah begitu bagaimana  bisa meraih keberkahan dari uang yang diterima?. Resah, karena sebentar lagi aku akan menikah? Loooh... mau nikah kok malah resah. Harusnya bersyukur donk pas nikah udah punya kerjaan sendiri, jadi gak pusing lagi mikirin pemasukan buat keluarga. Apalagi kalo calon suami juga bekerja, jadi tambah enjoy. 
Fiiiuuuuhhh.... kebanyakan kita memang berpikiran seperti itu, dan bagiku juga bukan kegiatan bekerja nya yang menjadi masalah. Namun karena hal lain, seperti banyaknya waktu yang tersita ditambah hal objektif dan subjektif lain yang kelihatannya juga mendominasi.

Semakin mendekati pernikahan, aku semakin membulatkan tekad untuk segera mengambil keputusan apakah aku harus melanjutkan pekerjaan saat itu atau mencari pekerjaan lain yang lebih friendly khususnya soal waktu. Terlintas  di pikiran untuk banting setir menjadi guru, sebenernya niat jadi guru sudah lama, tapi baru kali ini aku benar2 meng-organisir pemikiran, sampai2 mencari tahu tentang persyaratan menjadi guru, mengikuti salah satu forum diskusi guru di facebook dan me-like fanpage lowongan kerja guru. Mulai saat itu aku kebanjiran notifikasi yang berisi tentang informasi lowongan sebagai guru, mulai dari guru privat hingga guru kelas. Tentu saja tanpa buang waktu langsung share CV serta ijazah ke beberapa alamat email yang sedang membuka recruitment menjadi guru. Nah,,,, salah satu sekolah yang sedang open recruitment adalah Sekolah Alam Jingga yang sudah lama aku lupakan itu. Tiba-tiba saja ingatanku mengalir ke belakang, “Oooohhh ini Sekolah Alam yang deket rumah itu kan? Wah, jangan sampe kelewat nih”. Sambil senyum-senyum semangat.

Singkat cerita, satu bulan setelah menikah aku mulai bekerja di Sekolah ini, tentu saja setelah mengundurkan diri dari pekerjaan yang lama. Semua urusan disana sudah aku selesaikan, alhamdulillah prosesnya pun dimudahkan. Awalnya aku berpikir atasanku yang notabene adalah seorang ex-patriat yang keras akan mempersulit proses pengunduran diriku. Namun diluar dugaan,  justru beliau langsung menyetujuinya. Aku pun merasa takjub melihat kenyataan yang tidak disangka-sangka ini. Hal ini pula lah yang membuatku semakin yakin bahwa Allah me ridhoi apa yang sudah aku putuskan. Ditambah izin dari suami pun sudah di kantongi. Tak terbayang betapa bahagianya aku kala itu.

Matahari itu berwarna Jingga... 

Sekolah Alam Jingga, itu nama sekolah yang menjadi tempat baruku mengais rezeki. Subhanallah...Sungguh apa yang aku impikan tentang suasana kerja yang islami, edukatif, berpendidikan, namun jauh dari kesan hanya mengejar dunia langsung aku rasakan. Disini tidak ada atasan dan bawahan, semua memiliki hak yang sama. Murid-murid pun bergaul dengan sesama teman sekelasnya juga berteman akrab dengan yang bukan teman sekelasnya. Seakan tidak ada jarak diantara mereka, tidak ada senioritas maupun junioritas. Semua belajar, bermain dan berkumpul bersama-sama. 

Rasanya, matahari bersinar lebih terang pagi itu, berwarna jingga cerah. A New Hope telah hadir, disinilah impian akan terwujud. Disinilah aku akan membangun batu bata peradaban. (nyontek kata-kata nya pak Isnan) Hehehe... generasi islami terbaik akan lahir dari sini, dari sebuah sekolah alam di ujung jalan perjuangan. Dan aku..... akan menjadi salah satu manusia yang tersenyum bangga di masa tuanya, jika salah satu dari generasi terbaik itu muncul di permukaan sebagai pribadi yang hebat di mata dunia. Tak tanggung-tanggung, Allah pun akan mengganjar dengan cahaya (pahala) yang tiada henti-hentinya atas nilai-nilai kebaikan yang secara sengaja maupun tidak sengaja telah aku tanamkan kepada mereka. Bahkan cahaya itu akan menerangi sampai ke liang lahatku. Betapa ini yang di idam-idamkan. Hidup di dunia ini akan berakhir dengan kematian, dan kematian yang indah adalah idaman setiap orang beriman.
 
Jingga, a journey to heaven....

Jingga, sebuah perjalanan menuju surga...

Semoga bermanfaat

Rabu, 04 Maret 2015

Jingga Literary Club : Chapter 1

Kemarin, tepatnya sore hari selepas pulang sekolah, kegiatan klub literasi telah dimulai. Sekitar pkl 13.50 sambil membawa tas pink nya, seorang anak menghampiri saya. "Bu, ayo..." ajaknya. Ya, saya tahu maksudnya adalah mengajak saya untuk segera memulai kegiatan klub. Namun karena masih diliputi sedikit kesibukan di ruang kantin dimana ruang ini menjadi ruang utama saya, saya menjawab, "sebentar ya... 5 meniit lagi. Yg lain juga msh dikelas, ditunggu ya...".

Selang beberapa menit, anak2 peserta klub telah siap duduk berbaris, begitu juga dengan saya, telah siap dengan materi yang akan saya sampaikan. Karena ini adalah pertemuan pertama, materi saya buat tidak terlalu banyak. Di awal saya menanyakan apa motivasi mereka mengikuti klub literasi. Jawabannya beragam, ada yang karena merasa berbakat menulis, ada yang suka baca buku cerita, ada yang suka berimajinasi dll. Selain itu saya juga menanyakan apa yang mereka rasakan ketika sedang membaca atau menulis, kebanyakan mereka merasa senang karena saat membaca mereka bisa berimajinasi, begitupun saat menulis salah satu dari mereka bisa mencurahkan isi hati sekaligus penghilang resah.

Masuk ke materi, saat saya buka slide dan mereka lihat di layar hanya ada tulisan "anak nakal, kepala sekolah dan pemilik kebun". Mereka bertanya, "apaan sih itu bu?" Namun tidak saya jawab. Agar mereka semakin penasaran saya lanjut ke slide berikutnya, terlihat gambar seperti dibawah ini.

Semakin banyaklah komentar mereka, " itu nenek sihir ya bu?" Ada juga yg bilang, "saya tahu, itu kepala sekolahnya adalah tukang sihir, terus anak2 muridnya di sihir biar pada naik pohon". Sungguh luar biasa imajinasi mereka. Ya, memang sekilas ada satu karakter yang mirip dengan nenek sihir. Namun, sebenarnya itu adalah sosok kepala sekolah yang sedang menegur anak2 muridnya.

Saya melanjutkan ke slide berikutnya, mulai terlihat isi cerita nya. "Ayo, siapa yang mau bantu ibu untuk bacain ceritanya ke depan?", "saya bu..." sambil mengacungkan jari si anak bawang (karena dia paling kecil dibanding peserta lain) terlihat sangat siap untuk membaca cerita.

Setelah membaca sampai kalimat terakhir, saya memerintahkan mereka untuk melanjutkan cerita tersebut dengan imajinasi mereka masing-masing. Subhanallah, ternyata luar biasa imajinasi mereka. Mereka mampu menuliskan pengembangan cerita tersebut dengan cara mereka masing2. Walau harus dengan beberapa arahan dan stimulasi terlebih dahulu agar imajinasi mereka semakin berkembang. Namun, secara umum mereka telah mampu mengembangkan ceritanya dengan cukup baik.

Di akhir, saya memerintahkan mereka untuk menyebutkan apa makna dan pesan dari cerita yang mereka kembangkan tersebut.

Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan bisa berada di tengah2 mereka. Canda tawa, kelucuan demi kelucuan yang diciptakan oleh mereka mampu membuat saya merasa bahagia, sejenak melupakan hal-hal yang menjadi beban pikiran.

Ehhhmmm... inilah impian saya. Sederhana, namun penuh makna.




Kamis, 19 Februari 2015

SURGA DIMANA-MANA




Memang tak akan pernah habis jika membahas tentang surga, saya yakin wakaupun setiap kita belum pernah melihat surga namun sebagai muslim merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk mempercayai hal-hal yang ghaib. Betapa kita sangat bahagia ketika membaca sebuah ayat dalam Al Quran yang mendeskripsikan tentang makhluk Allah yang satu ini. Angan-angan kita melayang tak tentu arah membayangkan keindahan surga yang diciptakan oleh Allah khusus bagi jiwa-jiwa yang beriman dan taat. Sungai yang mengalir, pepohonan rindang nan hijau, ditambah bidadari-bidadari cantik, itulah yang sering kita bayangkan ketika mendengar kata surga. Subhanallah...

Tahukah kita? Ternyata surga itu ada dimana-mana dan justru sangat dekat dengan kita. Secara harafiah, ketika mendengar ini mungkin ada sedikit penolakan dalam benak kita. Namun, jika kita mau sedikit saja membuka mata, ternyata rumah kontrakan kita pun bisa menjadi surga, aahhh... bercanda. Ya, memang terdengar bercanda tapi sungguh ini bukanlah guyonan semata, ini benar-benar nyata. Betapa tidak, bukankah setiap manusia yang ada didalam rumah kontrakan itu adalah manusia yang in syaa Allah sama dengan yang akan kita temui di surga? Bagaimana dengan ibu? Ayah? Tak maukah kita bertemu dengan mereka di surga kelak? Tentu sangat mau bukan? Begitupun dengan suami, istri serta anak yang amat kita cintai. Mereka lah yang menjadi surga kita.

Sadarilah, apapun yang kita lakukan di dunia ini haruslah bermuara pada keinginan menuju surganya Allah. Ketika kita berbicara tentang surga disertai dengan keinginan kita untuk memasukinya, maka semua komponen dalam hidup kita bisa menjadi sebuah inspirasi sekaligus objek atau sarana kita menuju surganya Allah. Bahkan Allah sendiri berfirman bahwa manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepadaNya. Kita semua tahu, makna dari ibadah adalah bentuk pengabdian kepada Allah yang mana ketika kita benar-benar mengabdikan diri kita, disitulah Allah akan memberikan rahmatNya.

Rahmat Allah tidak melulu soal materi, justru rahmat atau bentuk kasih sayang terbesar dari Allah adalah kita di perkenankan untuk memasuki surgaNya. Maka, selayaknya itulah yang seharusnya kita cari dan menjadi goal terbesar kita di dunia ini. Ketika kita bekerja, mengajar, berjalan, makan, mandi, bahkan tidur, niatkanlah surga dalam hati. Jika sesuatu yang besar (surga) telah kita niatkan dalam hati pada setiap kegiatan kita, dengan begitu hasilnya pun akan besar. Mungkin akan berbeda ceritanya jika niat kita bekerja atau melakukan kegiatan hanya sekedar untuk sebuah materi, misal ingin punya mobil, ingin punya rumah, ingin punya tv, ingin terkenal dsb, maka hanya itulah yang kita dapat. Materi dapat, surga belum tentu dapat. Tapi jika niat kita bekerja karena ingin surga, in syaa allah surga dapat materi pun dapat. Aaamiinnn... Mudah bukan?

Surga itu ada dimana-mana, Ayah ibu kita surga, suami istri kita surga, anak kita surga, tetangga kita surga, saudara kita surga, cucu kita surga, orang yang kita beri tempat duduk didalam kereta juga surga, atasan kita surga, anak buah kita surga, sahabat kita surga, anaknya sahabat kita surga, bahkan binatang peliharaan kita pun bisa menjadi sarana kita mendapatkan surga, dan masih banyak lagi, subhanallah.....

Manusia memang gemarnya membatas-batasi dan mengkotak-kotakkan sesuatu, bahkan yang sesuai fitrah saja sering kita tidak sadar sudah mengkotak-kotakkanya. Contoh, dalam dunia pendidikan saja, kita dengan sombongnya mengatakan bahwa anak yang pintar hanya anak yang nilai matematikanya 9, sedangkan yang nilainya dibawah 5 adalah anak bodoh, astagfirullah... anak didik kita juga manusia ciptaan Allah bukan? Lalu mengapa kita dengan seenaknya mengatakan mereka bodoh hanya karena nilai matematika. Padahal mungkin saja, Allah telah memberikan satu gen didalam darahnya adalah gen seorang pekerja seni yang hebat saat dia dewasa nanti. Sebagai manusia, sering kita di lalaikan oleh urusan duniawi sehingga waktu untuk men-tafakur-i makhluk ciptaan Allah yang bernama “anak” saja kita tidak sempat. Padahal berapa banyak yang bisa kita ambil pelajarannya dari satu orang anak saja.

Balik lagi ke masalah surga, mengapa saya begitu antusias ketika membicarakan tentang anak? Hal ini dikarenakan saya baru menyadari bahwa anak adalah sarana terbesar kita untuk mendapatkan surga setelah ibu, namun sekaligus neraka buat kita jika tidak menjalankan amanah yang Allah berikan. Jangan sampai hanya karena urusan duniawi, surga kita justru terbengkalai, tak terurus. Khususnya bagi para ibu, yuk cobalah ikhlaskan dan niatkan hati kita untuk segara menuju ke fitrah. Allah tidak akan pernah menzhalimi makhlukNya. Tak cukupkah merasakan betapa Allah sangat sayang dengan kita, kita dihidupkan sampai sebesar dan sehebat ini juga tak lepas dari kasih sayang Allah. Mengapa hanya demi segelintir kertas ber nominal dan hidup mewah kita tega menentangNya? Allah tidak akan bertanya berapa besar pendapatan kita atau setinggi apa jabatan kita, maka jangan sampai kita mengejar itu semua dengan tetesan darah dan keringat sedangkan yang jelas-jelas diamanahkan dan jelas-jelas akan dimintai pertanggung jawabannya malah kita abaikan.

Sadarilah, bahwa semua komponen yang ada disekitar kita mulai dari yang menempel di tubuh kita sampai yang ada di seberang lautan semuanya adalah sarana kita mendapatkan rahmat terbesar Allah, yaitu surga. Tak akan pernah selesai jika kita harus menyebutkannya satu persatu karena begitu melimpahnya sarana itu. Hanya butuh keikhlasan hati ditambah keimanan untuk meyakininya. Semoga kita semua selalu diberikan kemudahan dalam beribadah serta senantiasa dalam naungan Allah SWT. Aammiiiinnn...